Powered By Blogger

Kamis, 05 Juli 2012

PROLOGUE SEORANG COMIC

-Prologue

Ini adalah cerita tentang bagaimana diriku dapat terjerumus kedalam lembah perhumoran di indonesia sebagai seorang comic yang katanya sebagai comic paling tidak lucu.
             
                20 Februari 2012.  Dinginnya udara pagi  tiba-tiba merasuk menggetarkan bulu hidungku yang berlanjut ke sistem saraf di otakku yang mumunculkan pesan singkat namun tak mengenakkan. “Bangunnn...” itulah pesan yang kuterima, pesan yang memang telah di atur lebih dulu oleh Sang Kuasa. Seperti pagi hari yang biasa, aku bangun dan pergi ke kamar mandi seperti orang yang tak bernyawa lagi.
                
                    Di dalam kamar mandi tidak ada sesuatu pun yang spesial bagiku. Jongkok termenung memikirkan apa yang aku mimpikan tadi malam yang tiba-tiba persoalan hidup datang menyerobot pemikiranku. Sehabis mandi akupun bergegas menuju mushola untuk menemui Sang Penciptaku. Dalam ketermenungan yang khusyuk aku berdoa, memohon kepada Sang Pencipta agar melimpahkan rahmatnya di hari ini. Setelah cukup, aku pun bergegas menuju kamar untuk memakai pakaian sekolah. Saat itu masih pukul 06.30 WIB dan aku pun menyempatkan diri untuk menengok dapur yang masih berantakan piring kemarin malam yang belum dicuci. Tampak tulang-tulang ikan yang masih berserakan di piring-piring berminyak. Tanpa menghiraukan hal tersebut, aku pun mencoba membuka penutup makanan berharap ada sesuatu yang dapat menopang lambungku dalam beraktivitas nanti. Namun, apa daya, aku tidak melihat apapun melainkan kayu meja yang bersih mengkilat. Dengan muka kecewa, yang diiringi dengan tarikan napas yang lebih dari biasanya, aku meninggalkan tempat pemberi kehidupan itu. Aku pun melirik lagi jam tanganku yang memunculkan angka 6 dengan angka 0 yang menandakan aku harus segera pergi ke sekolah. Memang aku berangkat ke sekolah lebih awal dari biasanya karena ada upacara di sekolah.
             
                 Akhirnya aku pun menghampiri kedua orangtua yang sibuk sendiri mengurus kebutuhannya nanti saat kerja. Maklum memang kedua orang tuaku pekerja pemerintahan yang cukup disiplin. Hari itu ada yang tidak biasa sebenarnya, karena kedua adikku Evin yang berumur 15 tahun dan Fajar yang berumur 9 tahun tidak nampak semenjak pagi hari tadi. Setelah aku lihat, ternyata mereka masih tertidur pulas beralaskan awan-awan empuk karena memang hari itu mereka libur dengan alasan yang tidak jelas. Setelah aku pamit ke orangtuaku, aku pun berangkat sekolah dengan menunggangi kuda besi yang tak bergigi.
             
                  Sesaat tiba di sekolah SMAN 1 SOOKO, aku pun langsung masuk ke kelas XI.IPA.4. Seperti adat kebanyakan entah mengapa setiap kali aku masuk kelas aku selalu mengucap Assalamu’alaikum yang menandakan kehadiranku di kelas itu. Tak banyak yang di omongkan di pagi hari yang dingin karena kita masing-masing juga masih mengantuk. Bunyi bel yang nyaring mengajak semua siswa bergegas menuju lapangan bola basket untuk melaksanakan upacara bendera. Seperti kebiasaan atau juga mungkin perilaku yang memang melekat dalam diri anak indonesia, yang tak bisa diam sedetik saja dalam mengikuti upacara bendera. Tampak saat pembina upacara berpidato, aku melihat banyak teman-teman lain yang berbicara sendiri. Bahkan parahnya teman disampinggku duduk jongkok karena mungkin dia kelelahan. Namanya Dani Pamungkas teman sekelasku. Dia bertubuh gemuk, berkulit agak sedikit hitam dengan tampang seperti “Budi Anduk”.
             
                  Sesaat setelah upacara selesai kami pun kembali menuju ruang kelas. Seperti biasa, para guru-guru di hari senin mengadakan rapat yang bisa dibilang rapat yang tak ada gunanya. Kami berbincang bincang didalam kelas. Biasanya aku berkumpul dengan dua kawanku, Dani dan juga Irza. Kami berbincang-bincang membahas masalah yang terjadi minggu akhir ini. Di akhir pembicaran, irza mengalihkan pembicaran mengenai acara StandUpComdey yang di tontonnya tadi malam di TV. Dia memberitahu bagaimana serunya acara tersebut. Sebenarnya aku juga tahu banyak mengenai StandUpComedy, aku pun pernah membuat beberapa lelucon lelucon garing yang aku praktekkan ke adikku sendiri. Tapi apa mau dikata, adikku fajar hanya diam setengah paham akan leluconku. Mungkin karena dia masih kecil, sehingga hanya mainan saja yang ada didalam pikirannya.
             
                   Tak sampai aku mendengar penjelasan panjang lebar Irza, tiba-tiba temanku perempuan, Raisa, memotong pembicaran.
            “Eh, kalian pada ngomongin StandUpComedy yah?”, tanya temankku Raisa.
            “Iya, emang kenapa sa?”, tanya balik irza.
            “Enggak, ini loh tadi pagi aku dapet brosur Show StandUpComedy yang ada di Mojokerto”, jawab Raisa.
            “Wih, liat dong”, saut Dani.
             
                        Aku pun juga menengok sedikit apa sebenarnya isi brosur tersebut. Dan ternyata isinya adalah acara StandUpComedy Mojokerto yang di adakan akhir minggu ini. Sontak aku pun kaget. Tanpa pikir panjang, aku pun mengajak kedua kawanku untuk ikut acara itu. Tapi apa yang mereka katakan, merekan tidak ingin ikut acara itu.
            “Eh bro, gimana kalo kita ikut tu acara?”, tanyaku.
            “Sori bro, kayaknya kalo ngikut gituan aku gak bisa bro”, jawab Irza.
            “Kalo kamu dan?”, tanyaku ke Dani.
       “Wadooohh, gak iso pan! Omahku adoh, dadi gak iso bolak balik nang  mojokerto”, jawab Dani.
            “Hmm, kalo gitu aku aja yang ikut acara itu”
            “Rais mana brosurnya?”, tanyaku kepada Raisa.
            “Ehm, ini pan!” jawab Raisa.
             
                         Akhirnya aku pun mengirim sms ke CP yang tertera di brosurnya untuk mendaftarkan diri mengikuti StandUpComedy OpenMic5 Mojokerto.Aku memasukkan nama stageku dan juga alamat rumahku. Aku memakai nama Stage “Epan Gentong” karena kupikir juga teman-teman sering memanggilku dengan nama tersebut. Kupikir, panggilan itu pertama kali dipakai oleh temanku Yogi, yang dia tak rela kalu dirinya aku panggil “Bungkring”.  Tak lama kemudian, HP layar sentuhku bergetar memperingatkan ada pesan. Disana tertulis. “Oke, siap-siap dateng lebih awal di Friends Cafe untuk tes materi”.
             
                Berawal dari situlah, aku mulai terjerumus ke dalam lembah perhumoran untuk menjadi seorang comic.
                                                                                                      


                                                                                                  
 Bersambung....................