-Prologue
Ini adalah cerita tentang
bagaimana diriku dapat terjerumus kedalam lembah perhumoran di indonesia
sebagai seorang comic yang katanya sebagai comic paling tidak lucu.
20 Februari 2012. Dinginnya
udara pagi tiba-tiba merasuk
menggetarkan bulu hidungku yang berlanjut ke sistem saraf di otakku yang
mumunculkan pesan singkat namun tak mengenakkan. “Bangunnn...” itulah pesan
yang kuterima, pesan yang memang telah di atur lebih dulu oleh Sang Kuasa.
Seperti pagi hari yang biasa, aku bangun dan pergi ke kamar mandi seperti orang
yang tak bernyawa lagi.
Di dalam kamar mandi tidak ada sesuatu pun yang spesial
bagiku. Jongkok termenung memikirkan apa yang aku mimpikan tadi malam yang
tiba-tiba persoalan hidup datang menyerobot pemikiranku. Sehabis mandi akupun
bergegas menuju mushola untuk menemui Sang Penciptaku. Dalam ketermenungan yang
khusyuk aku berdoa, memohon kepada Sang Pencipta agar melimpahkan rahmatnya di
hari ini. Setelah cukup, aku pun bergegas menuju kamar untuk memakai pakaian
sekolah. Saat itu masih pukul 06.30 WIB dan aku pun menyempatkan diri untuk
menengok dapur yang masih berantakan piring kemarin malam yang belum dicuci.
Tampak tulang-tulang ikan yang masih berserakan di piring-piring berminyak.
Tanpa menghiraukan hal tersebut, aku pun mencoba membuka penutup makanan
berharap ada sesuatu yang dapat menopang lambungku dalam beraktivitas nanti.
Namun, apa daya, aku tidak melihat apapun melainkan kayu meja yang bersih
mengkilat. Dengan muka kecewa, yang diiringi dengan tarikan napas yang lebih
dari biasanya, aku meninggalkan tempat pemberi kehidupan itu. Aku pun melirik
lagi jam tanganku yang memunculkan angka 6 dengan angka 0 yang menandakan aku
harus segera pergi ke sekolah. Memang aku berangkat ke sekolah lebih awal dari
biasanya karena ada upacara di sekolah.
Akhirnya aku pun menghampiri kedua orangtua yang sibuk
sendiri mengurus kebutuhannya nanti saat kerja. Maklum memang kedua orang tuaku
pekerja pemerintahan yang cukup disiplin. Hari itu ada yang tidak biasa
sebenarnya, karena kedua adikku Evin yang berumur 15 tahun dan Fajar yang
berumur 9 tahun tidak nampak semenjak pagi hari tadi. Setelah aku lihat,
ternyata mereka masih tertidur pulas beralaskan awan-awan empuk karena memang
hari itu mereka libur dengan alasan yang tidak jelas. Setelah aku pamit ke
orangtuaku, aku pun berangkat sekolah dengan menunggangi kuda besi yang tak
bergigi.
Sesaat tiba di sekolah SMAN 1 SOOKO, aku pun langsung
masuk ke kelas XI.IPA.4. Seperti adat kebanyakan entah mengapa setiap kali aku
masuk kelas aku selalu mengucap Assalamu’alaikum yang menandakan kehadiranku di
kelas itu. Tak banyak yang di omongkan di pagi hari yang dingin karena kita
masing-masing juga masih mengantuk. Bunyi bel yang nyaring mengajak semua siswa
bergegas menuju lapangan bola basket untuk melaksanakan upacara bendera.
Seperti kebiasaan atau juga mungkin perilaku yang memang melekat dalam diri
anak indonesia, yang tak bisa diam sedetik saja dalam mengikuti upacara
bendera. Tampak saat pembina upacara berpidato, aku melihat banyak teman-teman
lain yang berbicara sendiri. Bahkan parahnya teman disampinggku duduk jongkok
karena mungkin dia kelelahan. Namanya Dani Pamungkas teman sekelasku. Dia
bertubuh gemuk, berkulit agak sedikit hitam dengan tampang seperti “Budi
Anduk”.
Sesaat setelah upacara selesai kami pun kembali menuju
ruang kelas. Seperti biasa, para guru-guru di hari senin mengadakan rapat yang
bisa dibilang rapat yang tak ada gunanya. Kami berbincang bincang didalam
kelas. Biasanya aku berkumpul dengan dua kawanku, Dani dan juga Irza. Kami
berbincang-bincang membahas masalah yang terjadi minggu akhir ini. Di akhir
pembicaran, irza mengalihkan pembicaran mengenai acara StandUpComdey yang di
tontonnya tadi malam di TV. Dia memberitahu bagaimana serunya acara tersebut.
Sebenarnya aku juga tahu banyak mengenai StandUpComedy, aku pun pernah membuat
beberapa lelucon lelucon garing yang aku praktekkan ke adikku sendiri. Tapi apa
mau dikata, adikku fajar hanya diam setengah paham akan leluconku. Mungkin
karena dia masih kecil, sehingga hanya mainan saja yang ada didalam pikirannya.
Tak sampai aku mendengar penjelasan panjang lebar Irza,
tiba-tiba temanku perempuan, Raisa, memotong pembicaran.
“Eh, kalian pada ngomongin StandUpComedy yah?”, tanya
temankku Raisa.
“Iya, emang kenapa sa?”, tanya balik irza.
“Enggak, ini loh tadi pagi aku dapet brosur Show
StandUpComedy yang ada di Mojokerto”, jawab Raisa.
“Wih, liat dong”, saut Dani.
Aku pun juga menengok sedikit apa sebenarnya isi brosur
tersebut. Dan ternyata isinya adalah acara StandUpComedy Mojokerto yang di
adakan akhir minggu ini. Sontak aku pun kaget. Tanpa pikir panjang, aku pun
mengajak kedua kawanku untuk ikut acara itu. Tapi apa yang mereka katakan,
merekan tidak ingin ikut acara itu.
“Eh bro, gimana kalo kita ikut tu acara?”, tanyaku.
“Sori bro, kayaknya kalo ngikut gituan aku gak bisa bro”,
jawab Irza.
“Kalo kamu dan?”, tanyaku ke Dani.
“Wadooohh, gak iso pan! Omahku adoh, dadi gak iso bolak
balik nang mojokerto”, jawab Dani.
“Hmm, kalo gitu aku aja yang ikut acara itu”
“Rais mana brosurnya?”, tanyaku kepada Raisa.
“Ehm, ini pan!” jawab Raisa.
Akhirnya aku pun mengirim sms ke CP yang tertera di
brosurnya untuk mendaftarkan diri mengikuti StandUpComedy OpenMic5
Mojokerto.Aku memasukkan nama stageku dan juga alamat rumahku. Aku memakai nama
Stage “Epan Gentong” karena kupikir juga teman-teman sering memanggilku dengan
nama tersebut. Kupikir, panggilan itu pertama kali dipakai oleh temanku Yogi,
yang dia tak rela kalu dirinya aku panggil “Bungkring”. Tak lama kemudian, HP layar sentuhku bergetar
memperingatkan ada pesan. Disana tertulis. “Oke,
siap-siap dateng lebih awal di Friends Cafe untuk tes materi”.
Berawal dari situlah, aku mulai terjerumus ke dalam
lembah perhumoran untuk menjadi seorang comic.
Bersambung....................